Oleh
:
Yan
Salam Wahab
Peranan DPRD dalam perencanaan pembangunan cukup besar dan
dominan, yaitu dimulai dari pembuatan Peraturan Daerah tentang Pola
Dasar Pembangunan Daerah. Selanjutnya program tahunan yang tertuang dalam APBD
juga harus mendapat persetujuan DPRD. Sebuah proyek tidak bisa masuk dalam APBD
apabila DPRD berkeberatan. Biasanya Dewan sebelum pembuatan APBD mengadakan
kunjungan ke daerah-daerah guna menyerap aspirasi masyarakat yang menjadi
bekal dalam pembahasan bersama dengan eksekutif.
Oleh karenanya untuk memperoleh tata kehidupan seperti yang di
katakan pada bahasan sebelumnya, dalam pembangaunan memerlukan pula segenap
usaha yang bersifat komprehensif Integralistik. Artinya, seluruh aspek
pembangunan harus dilaksanakan secara menyeluruh dan terintegrasi, dalam suatu
gerak langkah bersama pemerintah dan masyarakat. Menempatkan rakyat pada
posisinya sebagai subyek dan obyek pembangunan, memberikan kemungkinan yang
amat feasible dalam rangka meraih tujuan tersebut. Pemerintah dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai pengarah pembangunan dan sebagai
pelaksana kehidupan berbangsa dan bernegara, mengejawantahkan peranannya
tersebut melalui penggalian, pembinaan dan pengembangan segenap potensi rakyat,
agar benar-benar dapat menjadikannya sebagai modal dasar, dan
memperhitungkannya didalam penentuan strategi dan arah pembangunan.
Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyal Daerah sebagai penentu
dari kebijaksanaan pembangunan Daerah. Konsekuensi logis dari konstelasi
kekuasaan tersebut di atas adalah kerjasama yang baik antara Kepala Daerah
dengan DPRD harus terjalin. DPRD adalah mitra kerja (counterpart) dari Kepala
Daerah, dan sebaliknya.
Walaupun secara yuridis formal kedudukan DPRD cukup kuat untuk dapat
mengimbangi peran dari Kepala Daerah (Eksekutif), namun secara empirik
pandangan masyarakat yang umum berlaku menyatakan bahwa DPRD masih perlu
ditingkatkan lagi bobot kualitasnya agar dapai melaksanakan tugas dan fungsinya
secara optimal. Dalam hal ini Departemen Dalam Negeri dituntut untuk senantiasa
berupaya meningkatkan kemampuan aparaturnya, lermasuk di antaranya adalah para
anggota DPRD.
![]() |
DPRD Kerinci Era 70-an |
Dalam hal ini kita harus memerhatikan masalah Profesionalisme DPRD
sebagai acuan dari motor penggerak pembangunan. Masalah profesionalisme ini
ialah bagai mana para anggota DPRD dapat mengetahui dan memahami tugas, fungsi
dan tanggung jawabnya selaku anggota DPRD (baik sebagai aparat Pemerintah
Daerah maupun dalam kedudukannya selaku wakil rakyat), sehingga selaku wakil
rakyat, anggota DPRD akan dapat mengemban tugas, fingsi dan tanggung jawabnya
dengan baik.
Dengan demikian terkandung pengertian bahwa dalam rangka menigkatkan
kemampuannya selaku anggota DPRD, maka selaku wakil rakyat, DPRD perlu
mengetahui dan memahami tugas, fungsi dan tanggung jawabnya.
Merupakan suatu yang amat dikecewakan, seperti yang pernah di
rasakan penulis sendiri selaku salah satu dari elemen rakyat Kabupaten Kerinci
yang ingin ikut menyumbangkan pikirannya untuk membangun kerinci, mesti terusir
dari gedung wakilnya sendiri. Harapan yang akan datang semoga hal tersebut
tidak terjadi lagi.
Adanya pemerintahan di daerah yang bersifat otonom adalah sebagai
konsekuensi dari dilaksanakannya azas desentralisasi, yaitu suatu azas
penyerahan urusan pemerintahan dari Pemerintah Pusat atau Daerah Otonom tingkat
atasnya kepada Daerah Otonom menjadi urusan rumah tangganya. Adapun yang
dimaksud sebagai Daerah Otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
batas wilayah tertentu yang berhak, berwenang dan berkewajiban mengatur dan mengurus
rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Pembentukan Daerah Otonom merupakan salah satu sistem
penyelenggaraan pemerintahan yang memungkinkan tujuan sosial, ekonomi, politik
dan keamanan yang diidamkan oleh setiap warga di Daerah dapat diejawantahkan
melalui pengembangunan otonomi Daerah yang nyata, dinamis dan bertanggung
jawab.
Dengan dianutnya azas desentralisasi maka diserahkanlah
urusan-urusan tertentu kepada Pemerintah Daerah untuk menjadi urusan-umsan
rumah tangganya. Urusan-urusan pemerintahan yang telah diserahkan kepada
Pemerintah Daerah dalam rangka pelaksanaan azas desentralisasi tersebut pada
dasarnya telah menjadi wewenang dan tanggung jawab Pemerintah Daerah
sepenuhnya. Dalam hal ini prakarsa sepenuhnya diserahkan kepada Pemerintah
Daerah, baik yang menyangkut penentuan kebijaksanaan, perencanaan maupun yang
menyangkut segi-segi pembiayaannya.
Dengan demikian maka dalam menyelenggarakan pemerintahan Daerah, ada
pembagian tugas yang jelas dan dalam kedudukan yang sama tinggi antara Kepala
Daerah dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yaitu Kepala Daerah memimpin
bidang eksekutif dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bergerak dalam bidang
legislatif.
Kiranya perlu ditegaskan di sini, bahwa walaupun Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah adalah unsur Pemerintah Daerah, tetapi Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah tidak boleh mencampuri bidang eksekutif tanpa mengurangi hak-haknya
sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku. Bidang eksekutif adalah wewenang dan
tanggung jawab Kepala Daerah sepenuhnya.
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka jelaslah kerja sama di
antara Kepala Daerah dengan DPRD merupakan unsur yang mutlak. Hal itu antara
lain dapat dilihat dalam rangka pembuatan Peraturan Daerah dan dalam menyusun
APBD. Tanpa adanya kerja sama yang baik di aniara kedua pihak maka terlib
pemerintahan yang diharapkan akan sulit dicapai.
bersambung.....................
0 komentar:
Posting Komentar