Oleh
:
Yan
Salam Wahab
Guru Sekolah Rakyat di Kerinci, akhir tahun 50-an
|
Dari pengertian
ini, maka dapatlah dipahami bahwa
pendidikan itu adalah suatu aktifitas dan usaha dari orang dewasa, dengan jalan
membimbing dan membina si anak baik jasmani maupun rohani, menuju terbentuknya
kepribadian yang utama.
Pendidikan itu sangat penting sekali bagi kehidupan
manusia yang berakal dalam mempertahankan dan mengembangkan minat dan bakatnya
dalam kehidupan sehingga menjadi manusia yang bermanfaat untuk dirinya dan
lingkungan sekitarnya, pendidikan juga menentukan kualitas seseorang sehingga
terbentuknya suatu kepribadian yang tinggi kemudian kepribadiannya akan
terlihat dalam tingkah laku dan perbuatan sehari-hari. Dan pendidikan tersebut
dalam GBHN bertujuan untuk meningkatkan kwalitas
manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
berbudi pekert luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif,
terampil, disiplin, beretos kerja profesional, bertanggung jawab, dan produktif
serta sehat jasmani dan rohani.
Pokok pemikiran untuk meningkaikan taraf hidup
masyarakat yang hidup dibawah garis kemiskinan adalah melalui pendidikan,
karena adanya anggapan bahwa melalui pendidikan bagi individu yang berasal dari
masyarakat miskin membuka kesempatan baru untuk menemukan suatu lapangan
pekerjaan baru yang memberi penghasilan yang lebih
tinggi. Hal ini akan terjadi, apabila melalui pendidikan, individu berkenalan
dengan teknologi baru yang memungkinkan pelaksanaan suatu tugas secara lebih
cepat dan lebih mudah.
Namun, persoalannya kemudian, kenyataan menunjukkan
kesempatan pendidikan bagi masyarakat miskin masih tetap belum sepenuhnya
terjangkau. Masih banyak di berbagai pelosok desa-desa di Kabupaten Kerinci Misalnya,
belum mempunyai wahana pendidikan formal. Belum lagi biaya
pendidikan yang cukup tinggi bagi mereka, menjadi kendala lain untuk mengenyam
pendidikan.
Begitu pula
kurangnya daya dukung pendidikan seperti perpustakaan dan transportasi menjadi halangan baru terhadap
usaha meningkatkan kecerdasan bangsa secara merata.
Indonesia yang
dibentuk oleh pola masyarakat agraris, menghadapi persoalan-persoalan dalam
menyongsong modernsasi, khususnya industrialisasi. Ikatan keluarga dalam
masyarakat agraris adalah atas dasar faktor kasih sayang dan faktor ekonomis
dalam arti keluarga tersebut merupakan suatu unit yang memproduksi sendiri
kebutuhan-kebutuhan primernya. Dengan dimulainya industrialisasi pada suatu masyarakat
agraris, peranan keluarga berubah. Biasanya ayahlah yang wajib mencari
penghasilan. Seorang ibu, apabila penghasilan ayah tidak mencukupi, turut pula
mencari penghasilan tambahan. Yang jelas, bahwa pola pendidikan anak-anak
mengalami perubahan. Sebagian dari pendidikan anak-anak, benar-benar diserahkan
kepada lembaga-lembaga pendidikan diluar rumah seperti di sekolah dan malah
juga pengasuh. dengan demikian, pada hakekatnya, dalam organisasi keluarga pada
masyarakat yang sedang transisi menuju masyarakat yang modern dan kompleks,
disebabkan keterlambatan untuk menyesuaikan diri dengan situasi sosial ekonomis
baru. Sementara, kondisi sosial-ekonomis Indonesia yang selalu berlangsung kalau tidak segera
dilakukan gerak antisipasi bisa semakin tidak terkendali.
Dalam masalah
pendidikan ini, penulis tidak akan mengangkat secara mendetil permasalahan
pendidikan di Kerinci. Dalam Blog ini penulia akan mengangkat masalah pendidikan
secara global, yang merupakan permasalahan yang paling penting. Permasalahan itu adalah
mengkhususkan kepada guru, sebab gurulah tonggak dari keberhasilan pendidikan.
Jika terdengar dunia pendidikan
kita masih sarat dengan masalah,itu karena percepatan pembangunan pendidikan
kita belum mampu mengejar ketetinggalan dari negara lain. Sehingga, saat ini,
kita masih mendapatkan sederet masalah yang melilit dunia pendidikan kita,
mulai dari kualitas guru yang rendah, penyebarannya yang belum merata,
jumlahnya dalam bidang studi tertentu yang tidak memadai, hasil pendidikan yang
ternyata tidak mampu berfikir sistematis dan kurang disiplin, tidak mampu
memenuhi kualifikasi dunia kerja, hingga ke masalah minimnya buku yang
diperlukan demi kelancaran proses belajarmengajar.Jikadiperhatikan secara
seksama, masalah-masalah tersebut pada dasarnya menyangkut empat pilar pokok
pendidikan; guru, kurikulum, metodologi dan buku.
Memasuki era Modernisasi, di mana
peningkatan kualitas sumber daya manusia menjadi salah satu titik berat
pembangunan, pembenahan empat persoalan pendidikan tersebut wajar ditempatkan
sebagai agenda utama. Diharapkan dengan pemberdayaan fungsi-fungsi pendidikan antara
lain sebagai alat mencerdaskan kehidupan bangsa, penjaga persatuan dan kesatuan
dan ‘kiat' untuk meraih kemajuan juga dapat mencapai kehidupan yang lebih.
Di antara empat persoalan di
atas, persoalan guru telah memenuhi persyaratan menjadi prisoalan krusial
mendesak. Krusial mendesakdalam pengertian harus segera diatasi karena temyata
telah menjadi sumber dari sekian persoalan lain. Sehingga bila ia dapat
dipecahkan, sekian persoalan lain akan turut terselesaikan. Secara sederhana
persoalan guru dapat diatasi dengan 'menembak' tiga sasaran masalah;
kesejahteraan, motivasi profesi dan profesionalisme.
1.
Kesejahteraan Guru
Rendahnyakesejahteraan
guru merupakan salah satu penyebab
timbulnya
beberapa persoalan pendidikan kita saat ini. Kita sering mendengar bagaimana
seorang guru dengan terpaksa bekerja paruh waktu di tempat lain sekadar untuk
mencukupi kebutuhan sehari-hari. Bisa dibayangkan betapa sulitnya menjalankan
profesi guru yang sebenaraya menuntut intensitas tinggi dengan kondisi
demikian. Tanpa mengabaikan faktor lain, peningkatan taraf kesejahteraan guru
memang harus dijadikan 'sasaran tembak' pertama upaya pember dayaan guru.
Rendahnya
kesejahteraan guru disebabkan selama ini kalender gaji guru tidak genap 30 hari
dalam satu bulan, tetapi, rata-rata, hanya tujuh hari. Secara langsung kita
bisa m-mastikan pantas seorang guru harus berfikir keras untuk menutupi 23 hari
lain; mungkin dengan mengajar lagi di tempat lain atau bahkan beralih profesi
sementara. Tidak bisa diharapkan adanya kualitas dari pola penjalanan tugas
guru yang sedemikian.
Untuk
mengatasi hal tersebut periu upaya langsung pemerintah untuk menggenapkan
kalender gaji guru menjadi penuh setiap bulan. Kita memaklumi ini adalah
langkah yang cukup berat mengingat keterbatasan kas negara. Tapi karena secara
nyata persoalan ini cukup krusial dan mendesak, maka langkah ini telah menjadi
suatu keharusan.
Langkah
lain yang cukup strategis untuk dilakukan sehubungan dengan peningkatan
kesejahteraan guru adalah penyesuaian sistem administrasi. Selama ini guru
diperlakukan dalam sitem administrasi yang sama dengan pegawai lain. Sehingga
kenaikan karier guru didasarkan atas masa kerja dan ketaatannya sebagai pegawai
negeri, bukan pada reputasi akademik dan kreativitas atau inovasinya. Padahal
dari posisi, missi dan visi, guru sebenarnya membutuhkan sistem administrasi
tersendiri yang lebih bisa menempatkan guru sebagai orang yang dinilai
berdasarkan kualitas keguruan.
Bila hal
ini berlanjut, kita tidak dapat berharap adanya karier guru yang lebih kompetitif, tetap
dalam istilah ; 'bodoh atau pintar, malas atau rajin, sama saja'. Seiring dengan langkah di atas, pembenahan sistem administrasi akademik ini
kita harapkan dapat selesai dalam waktu yang akan datang. Sehingga mutu guru
terus meningkat sesuai dengan kemajuan pembangunan nasional.
2.
Motivasi profesi
Masalah
kedua di seputar guru yang juga krusial dan mendesak untuk diatasi adalah
motivasi profesi seorang guru. Saat ini banyak orang yang menjadi guru hanya
karena 'dari pada tidak bekerja'. Padahal dengan motivasi yang lemah seperti
ini tidak bisa diharapkan adanya tanggungjawab terhadap kualitas pendidikan.
Untuk itu
perlu upaya-upaya yang dapat meluruskan motivasi masyarakat untuk memilih
profesi guru atau tidak sama sekali. Seorang guru tidak dapat menjalankan tugas
dengan balk jika dari awal morivasinya hanya karena 'daripada tidak bekerja'.
Guru sebagai profesi bukan saja menuntut penguasaan keterampilan keguruan,
tetapi juga menuntut tanggung jawab moral yang tinggi. Seorang guru akan menghasilkan
keluaran pendidikan yang baik hanya apabila dalam waktu bersamaan ia bisa
mengajar dan juga mendidik sekaligus. Dan semua itu dilakukan dengan penuh
dedikasi, kecintaan, tanggung jawabdan seni. Untuk kepentingan pembangunan
secara menyeluruh, seseorang tidak perlu menjadi guru bila bukan karena
panggilan hati nurani.
Dalam hal
pendidikan menyangkut hati nurani ini, saya bisa katakan bahwa “pendidikan
itu menyangkut hati nurani sebab manusia tidak bisa atau tidak mungkin dapat
dididik dengan pengajaran melainkan harus disertai contoh perbuatan dengan
demikian dapat kita nyatakan bahwa pendidikan lebih tnetnfokuskan pada
pengembangan keperibadian sedangkan pengajaran lebih memfokuskan pada
pengembangan Intelektualitas”.
Dengan
mengatasi persoalan yang cukup mendasar ini, kita berharap semua guru di
masa-masa mendatang telah menjadikan profesinya sebagai pilihan utama yang
menyatu dalam pandangan hidupnya, Dan dalam kondisi seperti inilah kita bisa
menatap dunia pendidikan kita yang lebih cerah dihari esok.
3.
Profeslonalisme
Permasalahan
ketiga yang sama krusial dan mendesak untuk diatasi adalah mutu
profesionalisme, Untuk menjadi seorang guru yang mampu menjalankan tugas dengan
baik, di samping dibutuhkan 'ketenangan' karena kesejahteraan yang memadai,
motivasi profesi yang mantap, juga dibutuhkan keahlian khusus.
Sementara
ini, profesi guru belum dipahami sebagaimana profesi lain, seperti dokter atau
insinyur. Profesi guru cenderung dipahami sebagai pekerjaan yang tidak
memerlukan keahlian tersendiri dan dapat dilakukan oleh siapa saja. Dalam
kenyataannya, untuk berdiri sebagai seorang guru yang baik, seseorang harus
menguasai bukan saja materi yang akan diajarkan, tetapi juga metodologi, ilmu
jiwa, ilmu komunikasi, dan sederet persoalan lain yang tidak kurang kompleksnya
dengan yang dibutuhkan seseorang untuk profesional menjadi seorang dokter.
Melihat
tiga persoalan krusial mendesak tersebut, pada dasarnya merupakan upaya pemberdayaan
guru sehingga mampu kembali kepada kedudukan, martabat dan harkat yang
sebenamya. Dalam kapasitas seperti itulah guru bisa menjalankan tanggung
jawabnya sebagai prakusi upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Dan dengan
pemberdayaan guru, sebenamya, kita telah berhasil menyelesaikan sekian
banyakpersoalan yang melingkupi dunia pendidikan kita. Keberhasilan tersebut
turut menentukan keberhasilan Khususnya wilayah kita Kabupaten Kerinci dan Bangsa Indonesia dalam era
Modernisasi untuk men jadi bangsa yang maju dan mandiri
0 komentar:
Posting Komentar