Oleh :
Yan Salam Wahab
Yan Salam Wahab
”Pendidikan adalah mencakup segala usaha perbuatan dari generasi
tua untuk mengalihkan pengalamannya,
pengetahuannya, kecakapannya serta
keterampilannya kepada generasi muda untuk memungkinkan melakukan fungsi
hidupnya dalam pergaulan bersama, dengan sebaik-baiknya”
Dari
pengertian ini, maka dapatlah
dipahami bahwa pendidikan itu adalah suatu aktifitas dan usaha dari orang
dewasa, dengan jalan membimbing dan membina si anak baik jasmani maupun rohani,
menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
Pendidikan itu sangat penting sekali
bagi kehidupan manusia yang berakal dalam mempertahankan dan mengembangkan
minat dan bakatnya dalam kehidupan sehingga menjadi manusia yang bermanfaat
untuk dirinya dan lingkungan sekitarnya, pendidikan juga menentukan kualitas
seseorang sehingga terbentuknya suatu kepribadian yang tinggi kemudian
kepribadiannya akan terlihat dalam tingkah laku dan perbuatan sehari-hari.
Dan pendidikan tersebut dalam GBHN bertujuan untuk meningkatkan kwalitas manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekert luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, disiplin, beretos kerja profesional, bertanggung jawab, dan produktif serta sehat jasmani dan rohani.
Dan pendidikan tersebut dalam GBHN bertujuan untuk meningkatkan kwalitas manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekert luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, disiplin, beretos kerja profesional, bertanggung jawab, dan produktif serta sehat jasmani dan rohani.
Pokok pemikiran untuk
meningkaikan taraf hidup masyarakat yang hidup dibawah garis kemiskinan adalah
melalui pendidikan, karena adanya anggapan bahwa melalui pendidikan bagi
individu yang berasal dari masyarakat miskin membuka kesempatan baru untuk
menemukan suatu lapangan pekerjaan baru yang memberi penghasilan yang lebih
tinggi. Hal ini akan terjadi, apabila melalui pendidikan, individu berkenalan
dengan teknologi baru yang memungkinkan pelaksanaan suatu tugas secara lebih cepat dan lebih mudah.
Namun, persoalannya
kemudian, kenyataan menunjukkan kesempatan pendidikan bagi masyarakat miskin
masih tetap belum sepenuhnya terjangkau. Masih banyak di berbagai pelosok
desa-desa di Kabupaten Kerinci belum mempunyai wahana pendidikan formal. Belum
lagi biaya pendidikan yang cukup tinggi bagi mereka, menjadi kendala lain untuk
mengenyam pendidikan.
Begitu pula kurangnya
daya dukung pendidikan seperti perpustakaan dan transportasi menjadi halangan
baru terhadap usaha meningkatkan kecerdasan bangsa secara merata.
Indonesia yang dibentuk
oleh pola masyarakat agraris, menghadapi persoalan-persoalan dalam menyongsong
modernsasi, khususnya industrialisasi. Ikatan keluarga dalam masyarakat agraris
adalah atas dasar faktor kasih sayang dan faktor ekonomis dalam arti keluarga
tersebut merupakan suatu unit yang memproduksi sendiri kebutuhan-kebutuhan
primernya. Dengan dimulainya industrialisasi pada suatu masyarakat agraris,
peranan keluarga berubah. Biasanya ayahlah yang wajib mencari penghasilan.
Seorang ibu, apabila penghasilan ayah tidak mencukupi, turut pula mencari
penghasilan tambahan. Yang jelas, bahwa pola pendidikan anak-anak mengalami
perubahan. Sebagian dari pendidikan anak-anak, benar-benar diserahkan kepada
lembaga-lembaga pendidikan diluar rumah seperti di sekolah dan malah juga
pengasuh. dengan demikian, pada hakekatnya, dalam organisasi keluarga pada masyarakat
yang sedang transisi menuju masyarakat yang modern dan kompleks, disebabkan
keterlambatan untuk menyesuaikan diri dengan situasi sosial ekonomis baru.
Sementara, kondisi sosial-ekonomis Indonesia yang selalu berlangsung kalau
tidak segera dilakukan gerak antisipasi bisa semakin tidak terkendali.
Dalam masalah pendidikan
ini, penulis tidak akan mengangkat secara mendetil permasalahan pendidikan di
Kerinci. Dalam buku ini penuli akan mengangkat masalah pendidikan secara
global, yang merupakan permasalahan yang paling penting. Permasalahan itu
adalah mengkhususkan kepada guru, sebab gurulah tonggak dari keberhasilan
pendidikan.
Jika terdengar dunia pendidikan kita masih sarat dengan masalah,itu karena
percepatan pembangunan pendidikan kita belum mampu mengejar ketetinggalan dari
negara lain. Sehingga, saat ini, kita masih mendapatkan sederet masalah yang
melilit dunia pendidikan kita, mulai dari kualitas guru yang rendah,
penyebarannya yang belum merata, jumlahnya dalam bidang studi tertentu yang
tidak memadai, hasil pendidikan yang ternyata tidak mampu berfikir sistematis
dan kurang disiplin, tidak mampu memenuhi kualifikasi dunia kerja, hingga ke
masalah minimnya buku yang diperlukan demi kelancaran proses
belajarmengajar.Jikadiperhatikan secara seksama, masalah-masalah tersebut pada
dasarnya menyangkut empat pilar pokok pendidikan; guru, kurikulum, metodologi
danbuku.
Memasuki era Modernisasi, di mana peningkatan
kualitas sumber daya manusia menjadi salah satu titik berat pembangunan,
pembenahan empat persoalan pendidikan tersebut wajar ditempatkan sebagai agenda
utama. Diharapkan dengan pemberdayaan fungsi-fungsi pendidikan antara lain
sebagai alat mencerdaskan kehidupan bangsa, penjaga persatuan dan kesatuan dan
‘kiat' untuk meraih kemajuan juga dapat mencapai kehidupan yang lebih.
Di antara empat persoalan di atas, persoalan guru telah memenuhi
persyaratan menjadi prisoalan krusial mendesak. Krusial mendesakdalam
pengertian harus segera diatasi karena temyata telah menjadi sumber dari sekian
persoalan lain. Sehingga bila ia dapat dipecahkan, sekian persoalan lain akan
turut terselesaikan. Secara sederhana persoalan guru dapat diatasi dengan
'menembak' tiga sasaran masalah; kesejahteraan, motivasi profesi dan
profesionalisme
1. Kesejahteraan Guru
Rendahnyakesejahteraan guru merupakan salah satu penyebab timbulnya beberapa persoalan pendidikan kita saat ini. Kita sering mendengar bagaimana seorang guru dengan terpaksa bekerja paruh waktu di tempat lain sekadar untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Bisa dibayangkan betapa sulitnya menjalankan profesi guru yang sebenaraya menuntut intensitas tinggi dengan kondisi demikian. Tanpa mengabaikan faktor lain, peningkatan taraf kesejahteraan guru memang harus dijadikan 'sasaran tembak' pertama upaya pember dayaan guru.
Rendahnyakesejahteraan guru merupakan salah satu penyebab timbulnya beberapa persoalan pendidikan kita saat ini. Kita sering mendengar bagaimana seorang guru dengan terpaksa bekerja paruh waktu di tempat lain sekadar untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Bisa dibayangkan betapa sulitnya menjalankan profesi guru yang sebenaraya menuntut intensitas tinggi dengan kondisi demikian. Tanpa mengabaikan faktor lain, peningkatan taraf kesejahteraan guru memang harus dijadikan 'sasaran tembak' pertama upaya pember dayaan guru.
Rendahnya kesejahteraan guru disebabkan selama ini kalender gaji guru tidak
genap 30 hari dalam satu bulan, tetapi, rata-rata, hanya tujuh hari. Secara
langsung kita bisa m-mastikan pantas seorang guru harus berfikir keras untuk
menutupi 23 hari lain; mungkin dengan mengajar lagi di tempat lain atau bahkan
beralih profesi sementara. Tidak bisa diharapkan adanya kualitas dari pola penjalanan
tugas guru yang sedemikian.
Untuk mengatasi hal tersebut periu upaya langsung pemerintah untuk
menggenapkan kalender gaji guru menjadi penuh setiap bulan. Kita memaklumi ini
adalah langkah yang cukup berat mengingat keterbatasan kas negara. Tapi karena
secara nyata persoalan ini cukup krusial dan mendesak, maka langkah ini telah
menjadi suatu keharusan.
Langkah lain yang cukup strategis untuk dilakukan sehubungan dengan
peningkatan kesejahteraan guru adalah penyesuaian sistem administrasi. Selama
ini guru diperlakukan dalam sitem administrasi yang sama dengan pegawai lain.
Sehingga kenaikan karier guru didasarkan atas masa kerja dan ketaatannya
sebagai pegawai negeri, bukan pada reputasi akademik dan kreativitas atau
inovasinya. Padahal dari posisi, missi dan visi, guru sebenarnya membutuhkan
sistem administrasi tersendiri yang lebih bisa menempatkan guru sebagai orang
yang dinilai berdasarkan kualitas keguruan.
Bila hal ini berlanjut, kita tidak dapat berharap adanya karier guir uyang
lebih kompetitif,tetap itetap dalam istilah ; 'bodoh atau pintar, malas atau
rajin, sama saja'. Seiring dengan langkah di atas,
pembenahan sistem administrasi akademik ini kita harapkan dapat selesai dalam
waktu yang akan datang. Sehingga mutu guru terus meningkat sesuai dengan
kemajuan pembangunan nasional.
2. Motivasi Profesi
2. Motivasi Profesi
Masalah kedua di seputar guru yang juga krusial dan mendesak untuk diatasi
adalah motivasi profesi seorang guru. Saat ini banyak orang yang menjadi guru
hanya karena 'dari pada tidak bekerja'. Padahal dengan motivasi yang lemah
seperti ini tidak bisa diharapkan adanya tanggungjawab terhadap kualitas
pendidikan.
Untuk itu perlu upaya-upaya yang dapat meluruskan motivasi masyarakat untuk
memilih profesi guru atau tidak sama sekali. Seorang guru tidak dapat
menjalankan tugas dengan balk jika dari awal morivasinya hanya karena 'daripada
tidak bekerja'. Guru sebagai profesi bukan saja menuntut penguasaan
keterampilan keguruan, tetapi juga menuntut tanggung jawab moral yang tinggi.
Seorang guru akan menghasilkan keluaran pendidikan yang baik hanya apabila
dalam waktu bersamaan ia bisa mengajar dan juga mendidik sekaligus. Dan semua
itu dilakukan dengan penuh dedikasi, kecintaan, tanggung jawabdan seni. Untuk
kepentingan pembangunan secara menyeluruh, seseorang tidak perlu menjadi guru
bila bukan karena panggilan hati nurani.
Dalam hal ini, “pendidikan itu menyangkut hati nurani sebab manusia tidak
bisa atau tidak mungkin dapat dididik dengan pengajaran melainkan harus
disertai contoh perbuatan dengan demikian dapat kita nyatakan bahwa pendidikan
lebih tnetnfokuskan pada pengembangan keperibadian sedangkan pengajaran lebih memfokuskan
pada pengembangan Intelektualitas”.
Dengan mengatasi persoalan yang cukup mendasar ini, kita berharap semua
gurudi masa-masa mendatang telah menjadikan profesinya sebagai pilihan utama
yang menyatu dalam pandangan hidupnya, Dan dalam kondisi seperti inilah kita
bisa menatap dunia pendidikan kita yang lebih cerah dihari esok.
3. Profesionalisme
3. Profesionalisme
Permasalahan keriga yang sama krusial dan mendesak untuk diatasi adalah
mutu profesionalisme, Untuk menjadi seorang guru yang mampu menjalankan tugas
dengan baik, di samping dibutuhkan 'ketenangan' karena kesejahteraan yang
memadai, motivasi profesi yang mantap, juga dibutuhkan keahlian khusus.
Sementara ini, profesi guru belum dipahami sebagaimanaprofesi lain, seperti
dokter atau insinyur. Profesi guru cenderung dipahami sebagai pekerjaan yang
tidak memerlukan keahlian tersendiri dan dapat dilakukan oleh siapa saja. Dalam
kenyataannya, untuk berdiri sebagai seorang guru yang baik, seseorang harus
menguasai bukan saja materi yang akan diajarkan, tetapi juga metodologi, ilmu
jiwa, ilmu komunikasi, dan sederet persoalan lain yang tidak kurang kompleksnya
dengan yang dibutuhkan seseorang untuk profesional menjadi seorang dokter.
Melihat tiga persoalan krusial mendesak tersebut, pada dasarnya merupakan
upaya pemberdayaan guru sehingga mampu kembali kepada kedudukan, martabat dan
harkat yang sebenamya. Dalam kapasitas seperti itulah guru bisa menjalankan
tanggung jawabnya sebagai prakusi upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Dan
dengan pemberdayaan guru, sebenamya, kita telah berhasil menyelesaikan sekian
banyakpersoalan yang melingkupi dunia pendidikan kita. Keberhasilan tersebut
turut menentukan keberhasilan Kabupaten Kerinci dan Bangsa Indonesia dalam era
Modernisasi untuk men jadi bangsa yang maju dan mandiri
0 komentar:
Posting Komentar